di kaki magrib
sepakat kita terbangkan
yasin tiga kali kepakan
sebelum memanah hidung purnama
dengan tiga semburat doa
pertama kita ingin
diulur-ulur garis umur
di mana dapat kita warnai
sepanjang bentang garis itu
melalui tinta ketakwaan
selalu ingat bahwa menyia-nyiakan
hakikat sehat-sempat adalah
kerugian yang mengabadi
selalu ingat bahwa sakit
tak ubahnya kefakiran paling terjal
dan maut umpama ini malam dicabut
seluruh udara segala cahaya
sedang di gelap di pengap nanti
kita menangis serupa bayi
tanpa seorangpun peduli menyusui
kedua mengharap rinai
rezeki nan jernih agar dideraskan
menggenangi sepasang ceruk tangan
supaya senantiasa meluap-luap
gejolak ibadah sekalipun
dalam himpitan lubang berdarah
namun terkadang kita terlalu dungu
menata waktu
menyempitkan ruang sujud atau
menggusurnya demi gemerlap rupiah
cara terampuh merengkuh penderitaan
buta jiwa buta arah
jasad lupa lahad
ke mana ruh
hendak berlabuh
ketiga mohon akar-akar
keimanan dikekarkan
batang hayat yang semakin pucat
tak mudah goyah
diterjang gulungan badai
tak mudah patah rerantingnya
tak mudah lurut daun-daunnya
karena musuh yang menyamar
kekasih kita tidak akan pernah luluh
menyerbu dari berbagai penjuru
membawa racun
dalam seribu cangkir madu
sementara kita selalu merasa berjalan
di padang gersang dan tandus
merasa haus tiada putus
Sumenep 11 Mei 2017
Catatan:
Puisi ini terpilih sebagai Puisi Pilihan Utama Poetry Prairie Literature Journal 6 dengan tema 'Pengampunan' (2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar