30.5.16

Sambalewa



1
“Tidak!”
Jangan biarkan kertas-kertas itu bertandang rimbun dalam i’tikaf ini
:kertas yang bertuliskan embun Firdaus dari tinta yang mengekalkan riwayatku
Sebab usia bukanlah pohon yang bisa ditebang menjadi tumbang

Kami menumpang tubuh dalam gubuk air mata
Tak kenal ranjang jika hujan tiba
Bergelimpangan di bawah-bawah.

Kami jelmaan burung dalam sangkar
Begitulah dunia sehari-hari
Tiada cakrawala baru untuk dimaini
Namun banyak manusia mengeluarkan suara
:tempat kami banjir mutiara

Aku senyum dalam derita
Aku tawa dalam sengsara
Aku lunta dalam penjara
Aku tangis dalam surga
Biarlah
Tak mengapa penyakit rindu memperkosa dengan paksa
Pada pulau itu, desa itu, kampung itu, rumah itu, pun penghuninya seluruh yang menggila akan tubuhku
Lantaran aku mendamba turunnya cahaya walau setetes saja
Asal membasahi diriku yang kemarau akan ilmu
Entahlah
Bukan aku peramal dari kandungan Lauh Mahfudz-Nya
Terlebih terus aku berlari mengejar cita sendiri

2
Nak, ingin Bapak katakan padamu. Ini menyangkut masalah biayamu di sini.
Maaf sebelumnya, Nak. Sebaiknya kamu berhenti saja. Bapak sudah tidak mampu bekerja—melawan tua.

Cucuran gerimis meluap nanar
Mata ini sungguh bendung
Bungkuk badan Bapakku mulai hadir
Uang punah di sisinya
Rentalah penyebabnya

(Dina tetap memaku di perantauan itu. Sebab di keluarga dhalem ia bekerja dan ditanggung segala biaya. Tak ingin sangat ia berhenti)

3
Nak, ingin Bapak katakan padamu. Ini menyangkut masalah keluarga kita.
Maaf sebelumnya, Nak. Sebaiknya kamu berhenti saja. Bapak sudah tidak mampu menyendiri—melawan sepi.

Hujan kembali menyentuh
Pipi ini subur sekali
Sunyi wajah Bapakku telah hadir
Istri sirna di pelukannya
Mautlah pengambilnya

(Dina tetap memaku di perantauan itu. Sebab pendidikannya masih tinggal setahun setengah.
Tak ingin sangat ia berhenti)

4
Pulanglah, Sayang, sebelum matahari memanggil wanita kedua
Lama tak kujumpa, ini rindu makin berbunga. Berhentilah, Sayang, demi cinta kita.

Petir menyambar ke lautan kalbu
Napas ini hampir lupa menjalankan tugas
Tak boleh wanita lain menidurinya
Akulah penguasa dari semua kehangatannya

(Dina mengajak kakinya melangkah dari perantauan itu. Sebab keeratan cintanya begitu memikat.
Tak ingin sangat ia ditinggal kekasih tersayang)

Sumenep, 2012.

Catatan:
Puisi ini terpilih sebagai Juara 1 Lomba Menulis Puisi Antar Pondok Pesantren Se-Jawa Timur (PP. Sidogiri, Pasuruan 2013).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar