1
“Tidak!”
Jangan biarkan kertas-kertas itu bertandang
rimbun dalam i’tikaf ini
:kertas yang bertuliskan embun Firdaus dari
tinta yang mengekalkan riwayatku
Sebab usia bukanlah pohon yang bisa ditebang
menjadi tumbang
Kami menumpang tubuh dalam
gubuk air mata
Tak kenal ranjang jika hujan
tiba
Bergelimpangan di
bawah-bawah.
Kami jelmaan burung dalam
sangkar
Begitulah dunia sehari-hari
Tiada cakrawala baru untuk
dimaini
Namun banyak manusia
mengeluarkan suara
:tempat kami banjir mutiara
Aku senyum dalam derita
Aku tawa dalam sengsara
Aku lunta dalam penjara
Aku tangis dalam surga
Biarlah
Tak mengapa penyakit rindu memperkosa dengan
paksa
Pada pulau itu, desa itu, kampung itu, rumah
itu, pun penghuninya seluruh yang menggila akan tubuhku
Lantaran aku mendamba turunnya cahaya walau
setetes saja
Asal membasahi diriku yang kemarau akan ilmu
Entahlah
Bukan aku peramal dari kandungan Lauh
Mahfudz-Nya
Terlebih terus aku berlari mengejar cita
sendiri
2
Nak, ingin Bapak katakan
padamu. Ini menyangkut masalah biayamu di sini.
Maaf sebelumnya, Nak.
Sebaiknya kamu berhenti saja. Bapak sudah tidak mampu bekerja—melawan tua.
Cucuran gerimis meluap nanar
Mata ini sungguh bendung
Bungkuk badan Bapakku mulai hadir
Uang punah di sisinya
Rentalah penyebabnya
(Dina tetap memaku di perantauan itu. Sebab di
keluarga dhalem ia bekerja dan ditanggung segala biaya. Tak ingin sangat ia berhenti)
3
Nak, ingin Bapak katakan
padamu. Ini menyangkut masalah keluarga kita.
Maaf sebelumnya, Nak.
Sebaiknya kamu berhenti saja. Bapak sudah tidak mampu menyendiri—melawan sepi.
Hujan kembali menyentuh
Pipi ini subur sekali
Sunyi wajah Bapakku telah hadir
Istri sirna di pelukannya
Mautlah pengambilnya
(Dina tetap memaku di perantauan itu. Sebab
pendidikannya masih tinggal setahun setengah.
Tak ingin sangat ia berhenti)
4
Pulanglah, Sayang, sebelum
matahari memanggil wanita kedua
Lama tak kujumpa, ini rindu
makin berbunga. Berhentilah, Sayang, demi cinta kita.
Petir menyambar ke lautan kalbu
Napas ini hampir lupa menjalankan tugas
Tak boleh wanita lain menidurinya
Akulah penguasa dari semua kehangatannya
(Dina mengajak kakinya melangkah dari
perantauan itu. Sebab keeratan cintanya begitu memikat.
Tak ingin sangat ia ditinggal kekasih
tersayang)
Sumenep, 2012.
Catatan:
Puisi ini terpilih sebagai Juara 1 Lomba Menulis Puisi Antar Pondok Pesantren Se-Jawa Timur (PP. Sidogiri, Pasuruan 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar